Thursday, February 24, 2011

Larangan Film Hollywood Bukan Suara Masyarakat


Menonton film itu adalah hak setiap orang. Karena film memberikan informasi, pengetahuan, dan pembelajaran. Dan itu terlampir dalam Undang-Undang negara. Tapi hak tersebut seperti terampas ketika Direktorat Jenderal Bea Cukai memberlakukan aturan dan penafsiran baru tentang pajak bea masuk.
Per Januari 2011, pemerintah menambahkan "angka" pajak untuk film-film impor. Padahal ketika masuk ke Indonesia, film-film tersebut sudah kena biaya masuk. Ketika film-film impor diputar di bioskop-bioskop pun, pemerintah juga mendapatkan pajak tontonan.
Kasus penambahan angka pajak itu memang sudah menjadi wewenang setiap negara. Dan harus diikuti. Namun yang menjadi masalah kali ini adalah ada yang namanya "bea masuk atas hak distribusi". Yang ini nih dipermasalahkan oleh Noorca M. Massardi, Pengamat Film, dan banyak orang film, karena sangat nggak masuk akal. Dalam dunia bisnis film dunia nggak ada hal yang dimaksudkan pemerintah sebagai bea masuk atas hak distribusi.
Jika diartikan secara sederhana, pemerintah menemukan cara baru untuk meraup keuntungan lebih dari film-film Hollywood. Dan MPAA (Motion Picture Association of America) nggak mau ikut andil dalam usaha "pembodohan" sepihak ini. Karena pemerintah ingin mengambil keuntungan lebih, sementara warganya kehilangan informasi yang didapat lewat film. reza
Sudah banyak yang mengecam aksi ini. Mulai dari teman-teman kita hingga publik figur. Misalnya Mira Lesmana, yang lewat akun Twitter-nya membuat kultwit perihal terhentinya distribusi film-film Hollywood ke bioskop-bioskop.
Lebih banyak negatif yang muncul dari kebijakan baru pemerintah ini. Bioskop nggak laku yang berujung pada gulung tikar. Pegawai bioskop terancam tanpa pekerjaan. Tontonan semakin minim.
Semua insan menentang keputusan pemerintah. Pertanyaannya, sampai kapan pemerintah kuat mengacuhkan keinginan masyarakat tersebut.

No comments:

Post a Comment